
DODOKUGMIM. Saudara –saudara yang dikasihi Tuhan Yesus
Kitab Amsal adalah salah satu kitab sastra dalam Perjanjian Lama yang berisi nasihat dan pengajaran. Amsal bisa diibaratkan sebagai kumpulan kata-kata bijak dari orang tua kepada anak. Pengamsal menempatkan diri sebagai orang tua yang selalu memahami bahwa menasehati adalah sebuah kewajiban yang tidak bisa diabaikan. Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya salah langkah. Juga tidak ada orang tua yang akan membiarkan anaknya menempuh jalan yang salah. Semua orang tua pasti menginginkan anaknya berjalan di jalan yang lurus dan menikmati buah dari ketaatan pada nasihat orang tua.
Karena itulah perlu adanya nasihat, perlu adanya arahan dari orang tua. Sebagaimana ungkapan di ayat 1 “Dengarkanlah hai anak-anak didikan seorang ayah”. Yang menyampaikan nasihat ini bagaikan orang tua, yang duduk di ruang keluarga atau meja makan yang menyampaikan kalimat – kalimat pengajaran. Di masa lampau, orang tua selalu memanfaatkan waktunya untuk menasihati anak, di waktu makan atau sedang bersama di ruang keluarga. Tetapi seiring waktu, mungkin karena kesibukan maka ini mulai jarang terjadi. Orang tua hendaknya menjadikan rumah sebagai tempat mengalirkan kasih sayang dalam berbagai bentuk pada anak sehingga anak-anak tidak merasa kekurangan kasih sayang, kekurangan teladan, kekurangan perhatian dan mencarinya di tempat yang lain. Peran orang tua ini kembali dituntut ketika masa Pandemi, anak – anak tidak lagi belajar di sekolah tetapi belajar dari rumah. Banyak orang tua yang mengeluhkan keadaan ini, padahal itulah saat yang tepat untuk menjalankan tugas sebagai orang tua dengan maksimal. Peran guru hanya memberi mata pelajaran jarak jauh atau dalam waktu yang singkat. Jadi orang tua di rumah yang memiliki waktu yang paling banyak, 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 30 hari sebulan bersama dengan anak. Sehingga pendidikan iman dan moral harus diawali dari dalam rumah kita, dalam aktivitas kehidupan setiap hari bersama dengan anak.
Nasihat-nasihat penting disampaikan penulis Amsal ini kepada para pembacanya yang disapa sebagai “anak – anak” maksudnya anak-anak harus mengarahkan perhatian kepada didikan dan telinga kepada kata-kata pengetahuan. Seperti yang dilanjutkan di ayat 1b – 2 “dan perhatikanlah supaya engkau beroleh pengertian, karena aku memberikan ilmu yang baik kepadamu, janganlah meninggalkan petunjukku”.
Sebagai orang yang telah terlebih dahulu menjalani kehidupan, orang tua sudah merasakan beragam pengalaman hidup karena itu nasihat adalah juga tindakan pencegahan agar anak tidak mengalami kesulitan yang dirasakan orang tua dahulu atau sebagai pengalaman yang mengajarkan, betapa pentingnya sebuah nasihat yang bila diabaikan yang rugi adalah anak. Pengamsal menyatakan pengalamannya di ayat 3 – 4 “Karena ketika aku masih tinggal di rumah ayahku sebagai anak, lemah dan sebagai anak tunggal bagi ibuku, aku diajari ayahku….”. Dia juga pernah diajar oleh ayah ibunya untuk berpegang pada petunjuk supaya tetap hidup. Makanya pengajaran itu diwariskan kepada anak – anak. Jadi pengajaran – pengajaran yang kita terima dari orang tua sebagai bekal menjalani hidup, harus diwariskan dalam bentuk pengalaman iman kepada anak. Walau ada anak – anak yang menilai bahwa pengajaran itu sudah berbeda zaman, tetapi jangan pernah bosan menyampaikan nasihat, menuturkan pengalaman hidup karena Tuhan Allah pernah memerintahkan untuk mengajarkan berulang – ulang.
Orang tua yang mendidik anak pasti pernah mengalami atau menemui kenyataan bahwa ketika anak-anak dinasihati, tidak semua anak menerima dengan baik apa yang disampaikan atau tidak semua nasihat itu diingat oleh anak. Karena memang kalau kita menyampaikan sesuatu ada beragam reaksi yang kita terima. Ada yang mendengar dan memahami, ada yang mendengar dan langsung di lupakan, dan ada yang tidak mau mendengar. Sehingga di ayat 5 – 6 ditulis : jangan lupa, jangan menyimpang, jangan meninggalkan hikmat. Ada anak yang menanggapi secara positif, melakukan apa yang diperintahkan orang tua sebaliknya ada yang tanggapannya negative.
Mereka berpikir bahwa nasihat orang tua adalah wujud dari sikap yang mengekang dan tidak memberi kebebasan kepada anak. Terlalu banyak menasihati dipandang sebagai sikap yang terlalu turut campur dalam pergaulan anak-anak. Padahal menjunjung tinggi hikmat akan membuat kita ditinggikan dan dijadikan terhormat. Seperti dikatakan di ayat 9 “Ia akan mengenakan karangan bunga yang indah di kepalamu, mahkota yang indah akan dikaruniakannya kepadamu”. Karena memang anak – anak yang mendengarkan nasihat dan melakukannya akan menjadi anak yang berhasil, anak yang mempunyai masa depan yang cerah, yang dibanggakan pribadinya oleh banyak orang. Siapa yang tidak bangga memiliki anak – anak yang demikian. Pasti semua orang tua menghendaki anaknya membuat dirinya bangga.
Tetapi semua itu akan didapatkan jika peran orang tua untuk terus menasihati, mendorong, mendukung, memberi semangat dan mendoakan itu dijalankan dengan benar. Ada orang tua yang menjadi hilang semangat ketika menghadapi penolakan dari anak saat nasihat disampaikan. Disinilah kita orang tua diuji apakah reaksi keras atau kurang setuju dari anak-anak akan membuat kita berhenti menasihati? Tidak harus demikian, karena apapun situasi, kondisinya panggilan untuk menasihati, memberikan pengajaran harus terus kita laksanakan. Lambat laun seiring dengan kedewasaan, anak-anak akan memiliki pengertian, betapa pentingnya sebuah nasihat dan didikan. Sebenarnya, selama nasihat itu benar, tujuannya supaya menjadi lebih baik, memperbaiki kekeliruan kita, meluruskan apa yang tidak lurus, hendaknya diterima dengan hati yang penuh sukacita. Menasihati anak-anak memang butuh kepekaan membaca situasi dan menyesuaikan dengan karakter anak, ada waktunya kita mengajar dengan keras, bukan berarti didikan keras itu adalah bentuk sikap orang tua yang kasar tetapi didikan keras sebagai tanda kasih orang tua kepada anak, yang harus mendapatkan pengajaran keras jika lalai.
Ada beragam manfaat yang akan diterima ketika anak mendengarkan nasihat orang tua, menerima perkataan hikmat, yang diuraikan mulai ayat 10 – 12 yaitu tahun hidupmu menjadi banyak, bisa menempuh jalan yang lurus, langkah tidak akan terhambat, tidak akan tersandung. Jadi bukan tanpa alasan orang tua memberi nasihat, alasan utamanya adalah menghindarkan anak – anak dari berbagai bentuk kesulitan dan kemalangan. Ibarat menggunakan payung yang menghindarkan kita dari basah karena air hujan. Supaya tidak salah jalan, salah pilih, salah langkah, maka nasihat harus didengar dan dijalankan. Jangan anggap enteng dan jangan anggap tidak penting.
Didikan keras sering dipandang anak sebagai tindakan yang tanpa kasih, padahal di balik sikap tegas dan agak keras itu, ada alasan orang tua agar terhindar dari penghukuman. Ada anak-anak yang kurang menerima jika mendapatkan didikan keras, yang memandang bahwa orang tua tidak sayang lagi kepada anak. Tetapi ini janganlah dijadikan alasan bagi orang tua untuk bersikap terlalu kasar kepada anak. Karena ada orang tua yang beralasan ingin mendidik anak tetapi malah mencelakakan anak. Mendidik dan mengingatkan anak, tidak boleh dilakukan dalam keadaan pikiran yang dikuasai marah, orang yang sedang marah kurang bisa mengendalikan emosi sehingga tindakannya kurang terkontrol, apa saja yang ada di dekatnya, bisa dipergunakan untuk memukul anak. Ketika anak cedera barulah ada penyesalan dalam hati. Mendidik dengan keras harus dilakukan dengan hati yang tenang dan pikiran yang terkontrol sehingga mampu mengendalikan diri. Hati yang bijak juga dibutuhkan dalam pendidikan anak. Bijak membedakan mana hal-hal yang menopang pendidikan dan mana hal-hal yang merusak misi orang tua dalam mendidik.
Di balik sikap tegas orang tua tersimpan kekhawatiran yang besar. Adanya berbagai tawaran dan tantangan yang mengintai nyata di ungkapan ayat – ayat terakhir 13 – 17 : berpeganglah pada didikan, jangan menempuh jalan orang fasik, jangan mengikuti jalan orang jahat, jauhilah jalan itu, menyimpanglah dari padanya dan jalanlah terus.
Sebagai orang tua, laksanakan tugas pewarisan iman dan pemberian nasihat dengan setia dan tanpa lelah. Dan sebagai anak, jika kita membuka diri untuk mendengarkan pengajaran orang tua, maka kita akan mendapatkan keuntungan di masa depan.
Membangun mental menjadi orang bijak dan berhikmat haruslah menuntut pengorbanan dari orang tua dan anak. Pengorbanan dari orang tua untuk memberi waktu dalam pengajaran iman dan pengorbanan anak untuk memberi diri dengan tulus tanpa bersungut, dan tanpa mengeluh untuk dibentuk, untuk dididik menjadi orang-orang yang punya kualitas iman yang dapat diandalkan. Tuhan Yesus Memberkati kita untuk melakukan FirmanNya. Amin.