LUKAS 6 : 41 – 42 (Oleh Pdt. Stenly Sela, M.Th)
MANUSIA itu suka sekali menilai. Apapun dalam hidup, suka diberi penilaian. Sesamanya pun dinilai. Ada yang dapat nilai bagus, ada yang biasa saja, ada juga yang diberi nilai minus.
Seringkali, penilaian berujung pada penghakiman. Tak peduli itu benar atau hanya sebuah simpulan salah karena desas-desus dari orang lain. Memang banyak yang lebih tertarik pada cerita negatif dari pada positif. Ibarat gula mengerumuni semut. Cerita negatif yang terus dibumbui paling cepat menyebar.
Tuhan Yesus tidak menyukai orang-orang yang seperti ini. Mudah melihat kesalahan dan dosa orang lain sementara mereka tidak mampu melihat kesalahan dan dosa dalam diri mereka sendiri.
Yesus berkata “… mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah aku mengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahal balok yang di dalam matamu tidak engkau lihat?”
Tuhan Yesus menegur orang yang lebih suka melihat dosa orang lain dan melupakan/membiarkan dosa mereka sendiri tidak diperhatikan. Yesus menggunakan dua benda dalam cerita perumpamaan ini. Balok dan selumbar.
Kamus Bahasa Indonesia menerangkan, balok adalah batang kayu yang telah dirimbas atau kayu berbentuk balok persegi panjang yang biasa digunakan dalam tambang bawah tanah untuk penyangga. Sedangkan selumbar adalah suatu benda kecil yang berupa pecahan.
Dari pengertian ini, jelas bahwa balok dan selumbar adalah dua benda yang berbeda bentuk. Balok lebih besar dari pada selumbar. Kedua kata ini dipakai untuk menunjukkan perbedaan yang mencolok tentang besar kecilnya kesalahan yang dibuat seseorang dalam konteks cerita ini.
Yesus mengecam sifat manusia yang sangat mudah melihat dosa orang lain meskipun dosa orang itu sekecil selumbar, sebaliknya manusia yang sangat sulit untuk mengenali dosanya sendiri walaupun dosa itu sebesar balok. Gambaran ini juga telah menjadi realita hidup yang sering kita alami.
Kita dengan mudah mencari dan menilai atau bahkan sampai menghakimi orang lain karena kesalahan dan dosa yang telah mereka perbuat sementara kita tak pernah mau dan mampu sadar diri dengan apa yang telah kita perbuat.
Di keseharian hidup kita mendengar, melihat dan melakukan banyak kesalahan atau dosa. Bermacam-macam jenis dan bentuknya. Dengan banyaknya kesalahan itu, tidak jarang kita ikut-ikutan menghujat dan merendahkan orang lain. Benar adalah kewajiban kita untuk memberantas kejahatan dan melawan dosa. Namun akan lebih bijak apabila kita terlebih dahulu bercermin, orang Manado bilang: “Ba kaca!”.
Apakah hidup kita sendiri sudah pantas dan layak sebagai orang Kristen? Jangan-jangan kita mau menunjuk kesalahan orang lain padahal kita juga berbuat hal yang sama atau bahkan lebih parah. Apabila kita mau mengajak orang untuk bertobat diperlukan sikap sadar diri dan sikap yang betul-betul mempertahankan gambar Allah dalam diri kita alias bersedia meneladankan yang baik terlebih dulu.
Inilah maksud perkataan Yesus, “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.(dodokugmim.com/hanilonda)