TEMA BULANAN : “Demokrasi Dalam Perspektif Iman Kristen”
TEMA MINGGUAN : “Berpikir, Berkata dan Bertindak Dengan Hikmat”
BACAAN ALKITAB: Pengkhotbah 10:1-20
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Secara psikologis (kejiwaan), kesan karakter seseorang dapat diamati dari perilakunya setiap hari melalui tutur katanya, bahasa tubuh, termasuk ekspresi menanggapi suatu permasalahan, dan lain-lain.
Karakter menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah sifat-sifat kejiwaan atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai tabiat atau watak seseorang ketika menghadapi dan menangani suatu permasalahan, ada yang bersifat tenang, ada yang acuh tak acuh, ada yang emo-sional, bahkan ada juga sangat emosional. Kita memang tidak akan membahas masalah kejiwaan seseorang, melain-kan akan melihat sebuah fenomena kehidupan orang per-caya yang seharusnya memiliki hikmat agar dapat mengen-dalikan kehidupannya dengan arif (bijaksana), sehingga kehidupannya menjadi berarti, baik bagi dirinya sendiri, keluarganya, persekutuan jemaat maupun masyarakat dan lingkungan kerjanya.
Oleh sebab itu, melalui kesempatan ini kita akan mengangkat sebuah tema : “Berpikir, Berkata dan Bertindak Dengan Hikmat”, yang dalam bahasan ini kita akan melihat pandangan Alkitab tentang hikmat Tuhan yang mengendali-kan pikiran, perkataan dan tindakan kita, agar sebagai warga gereja akan terus dituntun untuk dapat mengevaluasi diri atau memberi masukan pada kehidupan kita, terutama dalam hal pengendalian diri dengan hikmat Tuhan, untuk sebuah kearifan ketika menghadapi berbagai persoalan dan pergu-mulan hidup termasuk imbas dari virus corona.
PEMBAHASAN TEMATISPembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Kitab Pengkhotbah menurut pasal 1:1 ditulis oleh “anak Daud, Raja di Yerusalem”, yang sudah jelas menunjuk pada Salomo. Pengkhotbah dalam bahasa Ibrani adalah “qohelet “ dari kata “qahal” artinya berkumpul atau kumpulan umum; yang secara harfiah berarti “orang yang berbicara kepada suatu perkumpulan” dan dalam bahasa Inggris disebut “Ecclesiastes” yang kemudian dalam bahasa Indonesia disebut “Pengkhotbah”.
Kitab Pengkhotbah nampak bersifat apatis terhadap apa saja, karena semua dinyatakan sebagai “kesia-siaan” (Pasal 1:2). Namun sebenarnya kitab ini bertujuan menghancurkan semua harapan palsu manusia yang hanya menginginkan kesenangan duniawi semata. Penulis kitab Pengkhotbah ingin membawa umat Tuhan untuk melihat kenyataan dari semua kejahatan, ketidakadilan dan kematian, serta menginsafkan umat Tuhan bahwa hidup yang terlepas dari Allah itu sia-sia dan tidak akan menghasilkan kebahagiaan sejati (Pasal 3:12-18, 8:12-13). Itulah yang secara umum tergambar dalam berbagai maksud dari penulisan kitab Pengkhotbah. Oleh karena itu, berdasarkan pada uraian tentang maksud dan tujuan dari kitab Pengkhotbah di atas, maka secara khusus pada pasal 10:1-20 akan diuraikan sebagai berikut:
Bagian ini dimulai dengan kalimat ‘lalat yang mati’ dalam bahasa Ibrani zəḇūḇêmāweṯyaḇ’îš, bahasa Inggris flies dead putrefy; menunjukkan bahwa seperti lalat yang mati membusuk akan merusak semua urapan atau adonan yang baik dan harum, demikian pula sedikit kebodohan akan merusak dan memadamkan hikmat serta pengetahuan yang baik, bahkan merusak semua kehormatan dan nama baik. Kebodohan juga akan menghentar seseorang untuk meng-anggap diri pandai dan bijak, yang karena itu orang lain dianggap bodoh, padahal jika hikmat Tuhan menuntun seseorang untuk menyadari segala kelebihan dan keku-rangannya, maka ia pasti akan menghormati kelebihan dan keterbatasan orang lain (ayat 1-3). Hikmat artinya keahlian dalam menjalankan hidup (skills on living). Menjalankan hidup tentu bukan hanya berpikir dalam idealisme per-orangan, tapi juga dalam berkata dan bertindak.
Dalam hal membentuk relasi sosial termasuk hubungan kerja, dan dengan penguasa, bagian ini memberi nasihat kepada setiap orang, agar tetap berhikmat menghadapi sikap dan tindakan emosional (cenderung marah), bahkan bersikap tenang dalam gejolak sosial yang timpang, termasuk tindakan ketidakadilan yang diakibatkan oleh kebodohan dan kebe-balan. Semua hanya dapat dihadapi dengan “kesabaran dan perdamaian” sehingga dengan itu mencegah kesalahan-kesalahan yang lebih besar (ayat 4-7)
Kemudian, menyangkut perilaku dan perbuatan manusia juga diberi peringatan bahwa apa yang dilakukan, itu juga yang akan didapatnya, dan hal ini menyangkut “hukum tabur-tuai” (Hosea 8:7a, Galatia 6:7b). Oleh karena itu, segala sesuatu yang akan dilakukan, baik berkata maupun ber-tindak, semua harus betul-betul diperhitungkan untung-ruginya bahkan mempertimbangkan resiko yang akan dihadapi dan diterima dibalik semua hal yang dilakukan, sebab bila kemalangan dan ketidakberuntungan telah mendahului usaha, maka tidak ada hal yang dapat memberi arti dalam semua perjuangan kehidupan (ayat 8–11).
Ada suatu perbandingan yang mencolok dan amat kontras antara perkataan orang pandai yang memberi makna, dan perkataan orang bodoh yang tidak berarti apa-apa. Orang bodoh banyak berkata-kata dan bekerja keras tetapi tidak dapat menyelesaikan apapun, karena ia tidak mengetahui cara untuk mencapai tujuan dari pekerjaannya. Sebab itu, kalimat terakhir: ‘tidak mengetahui jalan kekota’ mengartikan bahwa tujuan yang akan dicapai sangat jelas bagi banyak orang, namun tidak dapat terlihat oleh orang bodoh (ayat 12 – 15).
Selanjutnya, bila melakukan sesuatu dan dapat berhasil tentu kegiatan itu harus dipimpin oleh orang pandai, berpengalanam (berhikmat), karena itu dalam bagian ini digambaran bahwa bila pemimpin adalah seorang yang tidak berpengalaman, maka hancurlah semua yang dipimpin dan dikerjakan, namun bila pemimpin berpengalaman, maka selamatlah semua yang dipimpinnya (ayat 16 – 17).
Pada bagian ini disampaikan bahwa kemalasan dan kelambanan akan mendatangkan kegagalan dan kerugian yang besar, sementara itu, anggur adalah pemberi semangat dan uang mendatangkan kebebasan untuk melakukan apa saja, namun semua harus diatur sebaik-baiknya dan diken-dalikan agar tidak melahirkan kelaliman, kebebalan dan kesombongan. Karena itu apa yang disebut bocorlah rumah artinya negara pun akan runtuh bila di dalamnya ada banyak orang bebal, bodoh dan pemalas (ayat 18 – 19).
Kemudian perikop ini diakhiri dengan nasihat yang mengarahkan manusia supaya jangan mengutuk para pemimpin, meskipun berbeda pandangan atau terlihat ada ketidak-adilan. Namun hal ini tidak berarti mematikan kekritisan untuk memperbaiki keadaan, melainkan dengan hikmat memikirkan cara yang lebih baik untuk menegur dan memperingatkan para pemimpin dari tindakan kebodohan dan menebar isu. Selanjutnya ayat ini menasihatkan agar berhati-hatilah dalam berbicara dan mengeluarkan pendapat, karena tidak semua orang termasuk teman sekalipun, dapat menyimpan rahasia yang dibicarakan (ayat 20).
Makna dan Implikasi Firman
Keseluruhan Pasal 10 ini memuat wejangan dalam rangka mengangkat martabat dan moralitas kehidupan yang menuntun kita untuk belajar dari pengalaman yang kita lakukan dan lihat di sekitar kita, dan yang paling penting ialah harus tahu membedakan antara kepandaian, berhikmat dan kebodohan yang mendatangkan kebebalan. Semuanya ini sadar atau tidak sering muncul dalam tutur kata maupun tindakan hidup kita sehari-hari.
Memang ada banyak hal yang kita temui, bahwa ada orang yang memikirkan berbagai pertimbangan, bahkan walaupun nampak sulit dan berat, namun tetap merumuskan segala sesuatu yang akan dilakukan atau dikerjakan, sehingga keberhasilan dapat diraihnya. Sebaliknya ada orang yang tanpa berpikir dan mempertimbangkan sesuatu, tapi dengan gegabah bertindak dan melakukan pekerjaan, yang akhirnya mengalami kegagalan dan kerugian yang besar. Berspekulasi bagi suatu pekerjaan besar, tidak akan selalu memberi jaminan keberhasilan dan keberuntungan.
Berpikir, berkata dan bertindak dengan hikmat adalah bentuk kehidupan yang terbangun untuk memahami kehen-dak Allah dalam Yesus Kristus. Sebab dengan hikmat yang dikaruniakan Allah dalam Yesus Kristus, kita dapat berpikir dengan jernih, berkata-kata dengan bijak dan bertindak dengan hati-hati, sehingga keberuntungan benar-benar men-jadi mahkota kemenangan dalam setiap aktivitas kehidupan yang kita jalani, yang akhirnya segala kemuliaan dikem-balikan kepada Dia, Allah yang punya hikmat (Roma 11:33-36).
Selanjutnya dalam hubungan dengan Hari Kesehatan GMIM, tanggal 5 Agustus 2020, kita dituntut sebagai warga GMIM untuk berpikir dengan jernih tentang pengembangan pelayanan kesehatan GMIM, berkata-kata sebagai saksi Tuhan tentang makna pelayanan kesehatan GMIM dan dengan kasih melakukan sesuatu sebagai tindakan nyata mengembangkan pelayanan kesehatan GMIM, termasuk menghadapi pandemi Covid-19.
Tuhan Allah dalam Yesus Kristus oleh pekerjaan Roh Kudus kiranya mengaruniakan hikmat kepada kita semua untuk berpikir, berkata dan bertindak dengan hikmat.
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI:
- Apa yang dapat kita pahami tentang berpikir, berkata dan bertindak dengan hikmat sesuai Pengkhotbah 10:1-20?
- Berikan contoh hal-hal yang dapat merusak hikmat Allah dalam pelayanan jemaat dan keluarga!
- Bagaimana mewujudkan kehidupan persekutuan jemaat yang bersama-sama berpikir, berkata dan bertindak dengan hikmat?
NAS PEMBIMBING: Yakobus 3:17-18
POKOK-POKOK DOA:
Untuk semua orang percaya, agar berpikir, berkata dan bertindak dapat diwujudkan dalam kesaksian iman dan pelayanannya.
Untuk perorangan dan persekutuan jemaat yang menghargai hikmat Tuhan dalam kehidupan antar sesama manusia.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN:
HARI MINGGU BENTUK I
NYANYIAN YANG DIUSULKAN:
Panggilan Beribadah: KJ No. 14 Muliakan Tuhan Allah.
Ses. Nas Pemb: KJ No. 8 Bagi-Mu, Tuhan, Nyanyianku.
Ses. Pengkuan dosa: KJ No. 34 Di Salib Yesus di Kalvari.
Ses. Pemberitaan Anugerah Allah: KJ. No. 358 Semua Yang Letih Lesu.
Ses Pengakuan Iman: NKB No. 3 Terpujilah Allah
Ses. Hukum Tuhan: KJ No 253 Majulah, Majulah.
Persembahan: KJ No. 378. Yang Diperbuat Allahku.
Penutup: KJ No. 379 Yang Mau Dibimbing Oleh Tuhan.
ATRIBUT:
Warna dasar hijau dengan simbol salib dan perahu di atas gelombang.