Lukas 10:31-32
(31) Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
(32) Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.
Beragama, Namun Nihil Perbuatan Baik
Keluarga Kristen yang dikasihi dan diberkati Tuhan Yesus.
Ada banyak ironi dalam hidup ini, sesuatu yang tidak seharusnya terjadi, namun dalam kenyataannya terjadi. Salah satu ironi adalah hidup beragama dari banyak orang yang tidak berdampak dalam hidup sehari-hari. Ya, beragama namun nihil perbuatan baik. Banyak orang terjebak dalam rutinitas liturgi, ibadah agama, namun gagal menyatakannya dalam kehidupan yang nyata.
Kemalangan yang menimpa orang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho menjadi kesempatan bagi orang lain untuk menyatakan belas kasihan kepadanya, sekaligus menjadi batu ujian. Masihkah ada orang yang memiliki belas kasihan dalam dirinya dan yang tidak mementingkan diri sendiri? Yesus Kristus menunjukkan tentang tiga orang yang memiliki kesempatan tersebut. Imam yang merupakan pelayan Tuhan Allah di Bait Suci, orang Lewi dengan tugas keagamaan di tempat yang sama dan seorang Samaria. Imam sebagai orang pertama yang menjumpai orang malang yang tergeletak di jalan ini memilih untuk “melewatinya dari seberang jalan.” Mengapa ia dengan tega membiarkan orang malang ini dan memilih untuk menghindari dan meneruskan perjalanannya? Ia takut menjadi tidak tahir bila menyentuh mayat dan ketidakmauan menolong orang yang dipandangnya berdosa. Atau takut akan dirampok ketika sedang menolong. Kisah ini sendiri tidak menunjukkan motifnya secara gamblang, kecuali fakta bahwa imam ini memang tidak mau menolong. Sebuah ironi dari orang yang katanya beragama.
Hal yang sama dilakukan oleh orang Lewi yang memilih “melewatinya dari seberang jalan.” Dua orang dari kelompok religius Yahudi ini yang dipandang memiliki pengetahuan tentang Tuhan Allah, hukum Taurat dan agama, memilih untuk tidak menolong dan menyatakan belas kasihan kepada orang yang malang dan butuh pertolongan. Hal yang ironi dari keduanya adalah bahwa alasan mereka untuk tidak menolong adalah alasan ajaran agama.
Keluarga Kristen yang dikasihi dan diberkati Tuhan Yesus.
Yesus Kristus memakai contoh imam dan orang Lewi yang tidak berbelas kasihan ini untuk mengeritik ajaran agama dan sikap hidup orang beragama yang keliru terhadap orang lain yang adalah sesama citptaan Tuhan Allah. Adakah ironi-ironi seperti ini terjadi di sekitar kita atau bahkan dalam hidup kita sendiri? Kehidupan keagamaan tanpa perbuatan yang mencerminkan belas kasihan adalah sia-sia di mata Tuhan Allah. Tuhan Allah tidak berkenan kepada orang-orang yang demikian. Bukankah iman tanpa perbuatan adalah sia-sia? Tidakkah kita semua harus menyadari hal ini dalam hidup beragama yang kita jalani?
Sebagai keluarga Kristen, kita dipanggil untuk berperilaku mencerminkan pengenalan kita akan Tuhan Allah dalam kehidupan dengan menyatakan belas kasihan kepada orang lain. Bila kita gagal melakukannya, hidup beragama kita tidak ada gunanya. Amin.
Doa: Ya Tuhan Allah, bukalah mata kami untuk melihat betapa seringnya hidup beragama kami gagal termanifestasi dalam hidup yang menyatakan belas kasihan kepada orang lain. Ampuni dan baharuilah kami, ya Tuhan. Amin.