Memiliki Hidup Terbuka dan Memaafkan
Yesaya 2:4a
Semua suku bangsa di dunia ini memiliki keanekaragaman dalam kepercayaan dan diekspresikan melalui budaya dan tradisi masing-masing. Semua suku bangsa mengklaim bahwa agamanya yang paling benar. Inilah yang disebutkan orang dengan superioritas beragama atau di luar agamanya, sesat dan kafir. Inilah biang kerok atau cikal bakal dari fanatisme dan radikalisme agama yang menyulut konflik dan kekerasan horizontal.
Tuhan akan menjadi ‘hakim’ (ay.4a) bagi bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa termasuk mengadili ‘agama’ pencetus kekacauan dan merusak kredibilitas keluhuran Tuhan. Yesaya menggunakan dua kata ini dalam pasal 2:4a yakni ‘hakim dan wasit’. Dua kata ini berujung pada eksekusi berdasarkan fakta-fakta kebenaran. Karena itu yang bersalah dikenakkan hukuman atau sangsi. Hidup itu ada di dalam pusaran ‘hitam dan putih’ atau ‘benar dan salah’ artinya semua cara hidup kita di awasi dan tidak ada yang bebas dari pengawasan sang Hakim dan sang Wasit itu. Baik cara hidup yang sifatnya pribadi, kelompok, hidup sesuku dan sebangsa.
Sebagai keluarga Kristen harus membangun hidup keluarga yang harmonis antara orang tua dan anak-anak. Kita menyadari dalam kehidupan bersama untuk saling mengawasi dan terbuka terhadap teguran, peringatan dan bersedia memberi solusi. Kita bukan berdiri sebagai hakim untuk mengeksekusi setiap kesalahan dalam keluarga melainkan kita semua anggota keluarga menjadi wasit bagi terciptanya kedamaian meredam konflik dan saling memaafkan dengan tulus. Keluarga kita akan siap menghadap tantangan dan bergandengan tangan membangun keluarga luhur kristiani yang takut kepada sang Hakim dan Wasit kehidupan ini. Amin.
Doa: Ya Bapa sorgawi, ingatkan kami untuk hidup saling mengasihi dan mengampuni satu dengan yang lain agar kami tidak tergoda untuk menghakimi orang lain. Engkau Tuhan sebagai Hakim dan Wasit kami yang sesungguhnya. Amin.