(Eksposisi Injil Markus 15:20b-32)
DODOKUGMIM.COM – Setelah Yesus melalui proses pengadilan yang paling tidak adil. Proses pengadilan yang dilakukan dengan sangat licik dan tak beradab oleh perpaduan dua kekuatan besar yakni kekuatan agama dan politik pada waktu itu. Maka sudah final, Yesus dijatuhi hukuman mati di salib.
Di sini kita melihat betapa menakutkan kalau kekuatan agama dan kekuatan politik telah bersatu untuk suatu kejahatan. Apa lagi dua kekuatan itu didukung oleh kekuatan militer. Kekuatan manakah lagi yang dapat menandinginya? Tapi bukankah ini yang juga patut diwaspadai oleh seluruh umat manusia sepanjang abad? Baiklah kita sebagai warga gereja terus berdoa supaya peristiwa itu tidak terulang lagi.
Pada sisi lain kita melihat bahwa dalam melewati semua proses ini, Yesus diam. Jangankan melawan, membela diripun tak dilakukan-Nya. Sungguh nubuat Nabi Yesaya 53:7 digenapi, “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya”. Apakah Dia tak mampu beradu argument untuk membela diri? Apakah sekarang kuasa-Nya yang bahkan pernah meredakan badai tidak ada lagi? Apakah Dia tak bias menggerakkan perlawanan massa untuk melepaskan-Nya dari hukuman? Semua itu bisa dilakukan-Nya dengan mudah. Tapi justru diamnya Yesus itulah menjadi saat untuk memuluskan rencana kekal Allah Bapa.
Di sini kita patut belajar satu hal bahwa ketika kita menghadapi pergumulan iman yang bahkan bertubi-tubi, jangan sibuk mencari pembelaan diri, apalagi pembenaran diri atau memberontak. Justru disaat kita tetap tenang, maka kita akan bisa melihat dan memahami rencana-rencana Allah di balik peristiwa itu. Yesus tetap diam bahkan saat Ia sedang menuju Golgota.
Selain itu ada beberapa hal penting lainnya yang dapat kita pelajari dari perikop ini. Mari kita perhatikan.
Pada ayat 21 dikatakan bahwa dalam perjalanan menuju golgota, lewat seorang bernama Simon, orang Kirene. Prajurut-prajurut yang membawa Yesus memaksa orang itu untuk memikul salib Yesus. Kata “lewat” berarti bahwa sangat mungkin dia tidak sengaja datang menyaksikan peristiwa itu. Dia hanya bermaksud lewat di tempat itu. Sebab dikatakan pula Simon baru datang dari “luar kota” tepatnya dari Kirene yang merupakan salah satu kota di Afrika Utara.
Beberapa penafsir mengatakan bahwa Simon adalah orang Yahudi yang tinggal di Kirene dan kemungkinan (sebagaimana orang Yahudi lainnya) ia datang ke Yerusalem pada waktu itu untuk merayakan Paskah. Mungkin sekali ia terkejut ketika tiba-tiba dipaksa untuk memikul salib Yesus. Dari pihak para serdadu itu, mereka mungkin melihat Yesus yang sudah sangat lemah dan jangan sampai Ia mati karena beratnya salib sebelum tiba di golgota dan/atau karena mereka masih memiliki hasrat untuk meluapkan keinginan untuk lebih menyiksa Dia lagi nanti.
Tapi perhatikanlah, dari sisi Simon. Penafsir Alkitab, Matthew Henry berkata sekalipun ia dikejutkan oleh paksaan untuk memikul salib yang begitu mengganggu dan berat serta menanggung malu atasnya, sekalipun hanya bebarapa menit, tetapi orang itu mendapat kehormatan yang membuat namanya tertulis dalam kitab Allah/Alkitab.
Demikianlah orang-orang yang mau memikul salib, menderita karena iman, mereka tidak akan dilupakan oleh Allah. Mereka akan menerima mahkota kemuliaan. Biarlah kita terus ingat prinsip ini: salib selalu mendahului mahkota. Tidak ada mahkota tanpa salib. Tidak ada kemuliaan tanpa penderitaan.
Hal mengagumkan yang patut diperhatikan dalam ayat ini adalah nama anak-anak Simon juga turut dicatat yakni Aleksander dan Rufus. Kita boleh belajar hal penting di sini. Bahwa orang tua yang mau memikul salib demi Kristus, maka anak-anaknya pun tidak akan dilupakan oleh Allah. Baiklah kita orang tua selalu sadar bahwa kehidupan kita akan selalu membawa dampak bagi keturunan kita.
Ayat 22, tempat Yesus disalibkan adalah golgota yang berarti tempat tengkorak. Sampai saat ini sebenarnya tidak ada informasi yang sangat akurat baik mengenai ”lokasi” maupun “makna” kata gogota itu. Ada yang mengatakan disebut “tempat tengkorak” karena bentuk tempat itu menyerupai tengkorak.
Ada pula yang mengatakan demikian karena di situ memang banyak tengkorak yang terkubur. Sebab tempat itu memang merupakan lokasi penghukuman umum di jaman itu. Bagi saya, Alkitab memang tidak memberi informasi akurat tentang itu sebab memang bukan itu inti persoalnnya. Bukan itu yang hendak diberitakan. Supaya jangan orang (dikemudian hari) justru mengkultuskan tempat itu lebih dari Yesus Kristus yang menjadi pusat berita golgota.
Sekalipun begitu, ada tafsiran yang menarik untuk kita pikirkan. Ada penafsir/peneliti yang menghubung-hubungkan lokasi bukit “golgota” ini sama dengan lokasi bukit“tanah moria” di mana Ishak dulu akan dikorbankan, tapi kemudian dombalah yang dikorbankan sebagai gantinya. Yang kemudian tempat itu Abraham namaiJehova Jireh: Tuhan menyediakan. Jadi peristiwa Ishak itu merupakan “bayangan” tentang peristiwa Kristus.
Sebagaimana Ishak memikul sendiri kayu yang akan dipakai untuk mengorbankan dirinya, demikian itu menjadi bayangan tenatang Yesus yang memikul salibnya. Domba jantang sebagai korban pengganti Ishak adalah bayangan tentang Kristus sebagai korban pengganti yang sempurna. Kalau kita menerima pendapat ini maka secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa Perjanjian Lama beisi rencana penyelamatan oleh Allah Bapa dan Perjanjian Baru berisipenggenapan keselamatan yang sudah direncanakan seja kekekalan itu.
Ayat 23, dikatakan mereka memberi anggur bercampur mur kepada Yesus. Ini semacam minuman pembius untuk mengurangi bahkan menghilangkan rasa sakit yang dialami Yesus. Tapi Yesus menolaknya. Tindakan Yesus ini sangat penting untuk kita renungkan. Bahwa memang sejak awal Yesus tidak ada tanda-tanda menolak atau menghindari atau memperkecil penderitaan itu. Sebab Ia tahu ini kehendak Bapa-Nya.
Sampai pada saat ini pun Yesus tidak berusaha menghindari penderitaan itu. Yesus menolak meminum anggur pembius itu membuktikan bahwa Ia menjalankan ini dalam kesadaran penuh sebagai ketaatan kepada kehendak Bapa-Nya. Dan karena kasih-Nya bagi kita. Yesus tidak berusaha memanipulasi keadaan maupun perasaan-Nya. Dalam penderitaan-Nya kita melihat keagungan kasih-Nya.
Kita juga boleh belajar hal penting lainnya di sini. Berapa banyak orang yang ketika mengahadapi pergumulan atau penderitaan yang berat justru berusaha memanipulasi perasaan dan keadaan dengan mengkonsumsi “pembius perasaan” seperti NAPSA atau minuman keras. Mari kita belajar dari sini. Kalau kita menderita karena memang kehendak Allah, jangan menghindar, mintalah kekuatan dari Allah untuk menghadapinya. Terkadang menghindari penderitaan justru bisa memperberat penderitaan itu.
Ayat 24 juga menggenapi apa yang dinubuatkan dalam Mazmur 22:19 “Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku”. Ini sekali lagi menegaskan bahwa karya penyelamatan dalam Kristus merupakan rencana kekal Allah. Ini bukan kebetulan. Perjanjian Lama berisi nubuat tentang Kristus. Perjanjian Baru berisi penggenapan nubuat tentang Kristus. Perjanjian Baru menjadi kunci untuk membuka rahasia Perjanjian Lama. Tapi sekaligus lihatlah bagaimana serdadu-serdadu itu sedang bersukacita di atas penderitaan Kristus.
Ayat 25 menyebutkan tentang waktu penyaliban Yesus yakni jam 9 pagi. Mempertegas bahwa memang proses pengadilan terhadap Yesus dilakukan di jam-jam sebelum itu. Dalam injil Yohanes 19:14 disebutkan bahwa Yesus masih berada di hapadan Pilatus pada jam 12, dalam bahasa Yunani maksudnya jam 6 pagi. Jadi sekali lagi memang proses persidangan terhadap Yesus itu dilakukan dengan sangat cepat dan diam-diam, sembunyi-sembunyi di hari masih gelap sebab memang didorong oleh hati para pemuka agama yang licik dan munafik.
Alasan mengapa Yesus disalibkan pada ayat 26 menjadi menarik untuk diperhatikan. “Raja Orang Yahudi”. Pilatuslah yang memerintahkan untuk memasang tulisan itu pada salib Yesus. Matthew Henry memberikan komentarnya bahwa mungkin memang dari pihak Pilatus, kalimat itu dimaksudkan untuk mengolok-olok Yesus. Tapi perhatikanlah pada kalimat itu sendiri tidak terdapat kejahatan yang dituduhkan. Justru kedaulatan-Nya diakui. Pilatus mungkin telah bermaksud memberikan penghinaan dengan tulisan itu, namun Allah memaksudkan tulisan itu sebagai pernyataan mengenai Kristus bahwa, sekalipun di atas kayu salib, Dia adalah Raja Israel. Kritus yang disalib itu adalah Raja atas jemaat-Nya, yakni Israel secar rohani. Mungkin Pilatus tidak menyadari apa yang ditulisnya tapi bisa jadi Allah telah menyatakan kehendak-Nya dengan cara demikian. Bagi Allah tidak ada yang mustahil.
Pada ayat 27 dan 28 penginjil Markus menggambarkan dua hal penting. Pertama, begitu besarnya penghinaan yang diberikan kepada Yesus ketika Ia disalibkan di antara dua orang perampok. Yang kedua, memberi perhatian penuh bahwa itu juga, sekali lagi, merupakan penggenapan nubuat terkenal dari nabi Yesaya 53: 12 “…ia telah menyerahkan nyawanya ke dalam maut dan karena ia terhitung di antara pemberontak-pemberontak, sekalipun ia menanggung dosa banyak orang dan berdoa untuk pemberontak-pemberontak”. Sekali lagi kita mendapati bahwa karya penyelamatan yang dilakukan Kristus di atas kayu salib sungguh sudah direncanakan oleh Allah Bapa dari kekekalan.
Injil Markus melanjutkan penggambaran tentang betapa besarnya kesengsaraan Yesus di salib itu. Seolah tidak cukup mereka menyiksa dia secara fisik, mereka menambahkan siksaan secara psikis kepada-Nya dengan memberikan penghujatan terhadap Dia. Betapa tidak beradabnya orang-orang demikian.
Selain dari serdadu-serdadu, Markus menuliskan dua pihak lain lagi yang memberikan penginaan atau penghujatan terhadap Yesus di salib. Kelompok pertama di ayat 29 dikatakan orang-orang yang lewat di situ, yang mungkin tidak merencanakan datang di tempat itu, hanya kebetulan lewat di situ, yang sama sekali tak ada urusannya dengan itu, ikut menghujat Dia.
Ini kedua kalinya dalam perikop ini Markus mencatat “orang yang lewat” di sekitar peristiwa salib. Yang pertama dalam ayat 21 Simon yang kebetulan lewat, yang kedua pada ayat 29 ini orang-orang yang juga lewat. Jadi mungkin tidak bermaksud ke tempat itu. Jadi ini merupakan perjumpaan yang tiba-tiba dengan Yesus. Tapi perhatikanlah bagaiman perbedaan reaksi orang yang lewat itu.
Simon yang kebetulan lewat telah mengambil bagian dalam memikul salib Yesus namun orang-orang lain ini telah mengambil bagian dalam menghujat Yesus yang disalib. Orang-orang itu telah kehilangan rasa belas kasihan kepada yang menderita. Bagian ini juga persis menggenapi nubuatan dalam Mazmur 22:8“Semua yang melihat aku mengolok-olok aku, mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya”.
Inilah yang kemudian hari dan sepanjang waktu terus terjadi. Mungkin ada orang yang kebetulan atau tak sengaja, tiba-tiba dikejutkan oleh “perjumpaan” dengan Yesus melalui firman-Nya. Bagaimana reaksi mereka? Bisa jadi sebagaimana dalam nas ini, ada yang langsung mau menyerahkan diri kepada Yesus taoi mungkin juga ada yang tetap menolak Dia. Sayang sekali jika momentum-momentum indah secara demikian hanya lewat dan hilang begitu saja dalam hidup kita. Mintalah Tuhan terus memberi kepekaan rohani bagi kita untuk selalu bisa menangkap momentum-momentum indah bersama Tuhan bahkan ketika itu datang secara mengejutkan.
Perhatikan isi hujatan mereka “Hai Engkau yang mau merubuhkan Bait Suci dan mau membangunnya kembali dalam tiga hari, turunlah dari salib itu dan selamatkan diri-Mu!” Kalimat ini mungkin mereka dengar langsung dari mulut Yesus ketika peristiwa Yesus mengusir orang-orang yang berdagang dalam Bait Allah. Atau mungkin juga para imam-imam kepala yang “menaruh” perkataan itu dalam mulut mereka. Sebab memang imam-imam kepala dan ahli-ahli tauratlah yang paling marah atas peristiwa di bait Allah itu (sebab mungkin mereka ikut meraup keuntungan dengan perdagangan dalam bait Allah itu).
Mungkin juga denbgan perkataan itu mereka merasa menang bahwa sekarang tidak ada lagi yang mengancam untuk merobohkan bait Allah. Padahal bait suci yang dibicarakan Yesus dalam Yohanes 2:19 pada waktu itu adalah diri-Nya sendiri, bahwa Yesus sejak awal memang sudah mengetahui Ia akan dibunuh tapi akan bangkit dalam tiga hari. Bukankah bait suci yang mereka bicarakan memang akhirnya betul-betul dirubuhkan oleh tentara Romawi beberapa tahun kemudian? Dan itu tidak pernah didirikan lahi sampai hari ini.
Kelompok lain yang mengolok-olok Yesus yang disalib itu adalah imam-imam kepala dan ahli taurat (ayat 31-32). Mereka yang menjadi pemuka agama, pengajar firman Allah tapi sekaligus Markus menggambarkan mereka sebagai orang-orang yang paling tidak punya rasa belas kasih. Bukannya menaruh “minyak” malah mereka menyiram “cuka” ke dalam luka-luka Yesus yang menderita itu. Memang sejak awal merekalah yang paling berhasrat untuk membunuh Yesus. Markus sungguh membongkar kemunafikan para rohaniawan itu.
Mereka mengejek-Nya dengan berkata“Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat Ia selamatkan! Baiklah Mesias, Raja Israel itu, turun dari salib itu, supaya kita lihat dan percaya.” Meskipun kalimat ini mereka maksudkan sebagai penghinaan kepada-Nya, tapi bukankah dengan kalimat ini mereka tidak bisa menyangkalmujizat-Nya?: orang lain Ia selamatkan, Ia sembuhkan, Ia tolong. Kemana kekuatan itu sekarang. Ia bahkan tak mampu menyelamatkan diri-Nya sendiri.
Namun bagi kita, bukankah kalimat ini mengandung kebenaran yang penting? Bahwa memang Yesus-lah yang menyelamatkan. Meskipun dengan cara mengorbankan diri-Nya sediri. Kematian-Nya adalah kematian yang menghidupkan kita. Demikian bagi kita berlaku juga, barang siapa ingin melayani sesama, ia harus membebaskan diri dari keinginan untuk melayani diri sendiri.
Dan lagi, kalau Ia sungguh-sungguh turun dari salib, apakah mereka akan percaya kepada-Nya? Jangan turun dari salib itu, tanda yang lebih besar dari itu pun mereka tolak yakni ketika kemudian Yesus bangkit dari kubur. Bukankah ketika Yesus bangkit dari kubur justru imam-imam kepala inilah yang sekali lagi bersiasat untuk membungkam fakta kebangkitan Yesus bahkan dengan memberikan sejumlah besar uang “tutup mulut” kepada para serdadu yang menyaksikan peristiwa kebangkitan itu? (lihat Matius 28:11-15). Memang hati nurani mereka sudah dibutakan oleh kebencian terhadap Yesus.
Tentang kedua perampok yang disalibkan bersama Yesus, diaktakan pada ayat 32 bahwa keduanya turut mencela Yesus. Padahal dalam injil Lukas 23 dikatakan bahwa salah seorang dari mereka justru beriman kepada Yesus pada saat di salib itu dan kemudian Yesus memberikan jaminan kepadanya bahwa ia akan bersama Yesus dalam firdaus. Seolah ada pertentangan keterangan mengenai bagian ini.
Mana yang benar? Pasti keduanya benar. Bagi saya, ayat-ayat itu harus dipahami begini: semua penulis injil-injil sama-sama memcatat bahwa perampok-erampok itu awalnya turut menghujat Yesus. Tapi mungkin sekali setelah melihat bagaimana “keagungan” Yesus dalam penderitaan salib itu yang tidak berontak, tidak mencaci maki, tidak mengutuk para penyalib. Maka kemudian salah satu dari perampok itu diinsafkan.
Dalam hitungan menit atau jam berubah cara pandangnya terhadap Yesus dan pada akhirnya memberi kata-kata penghormatan kepada-Nya: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja”. Inilah yang dilihat oleh penginjil Lukas (23:42). Jadi sekali lagi tidak usah dipertentangkan. Masing-masing penulis memiliki kepentingannya sendiri.
Jadi sekali lagi di sini kita melihatmomentum perjumpaan kedua perampok itu dengan Yesus. Lihat bagaimana reaksi mereka. Yang satu tetap mengeraskan hati, menghujat Yesus bahkan sekalipun ia sedang berada diujung kematian yang paling mengerikan. Yang satu lagi menjadikan momentum ini menerima Yesus sebagai raja dan dengan itu ia meneri jaminan keselamatan. Bagaimana dengan saudara? Baiklah kita terus berdoa supaya Tuhan terus memberi hikmat kepada kita untuk terus hidup dalam pemahaman firman yang benar.(dodokugmim/joukebambulu)